HIDUP ANDA HARI INI ADALAH HASIL BERFIKIR ANDA KEMARIN, KEHIDUPAN ANDA ESOK AKAN DITENTUKAN OLEH APA YANG ANDA PIKIRKAN HARI INI, KESUKSESAN ORANG BUKANLAH DIUKUR DARI PENAMPILAN, TINGKAT PENDIDIKAN ATAU DARI LATAR BELAKANG KELUARGA, NAMUN DIUKUR DARI CARA BERFIKIR, POLA PIKIR ANDA BENAR-BENAR AKAN MEMPENGARUHI KUALITAS HIDUP ANDA
Rabu, 31 Agustus 2011
Jumat, 26 Agustus 2011
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 2010
TENTANG
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa tindak pidana Pencucian Uang tidak hanya mengancam stabilitasperekonomian dan integritas sistem keuangan, tetapi juga dapatmembahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang memerlukan landasan hukum yang kuat untuk menjamin kepastian hukum,efektivitas penegakan hukum, serta penelusuran dan pengembalian HartaKekayaan hasil tindak pidana;
KREDIT MACET
ANCAMAN PIDANA KREDIT MACET
Bahwa dalam pasal 8 UU Perbankan yang menyatakan bahwa dalam rangka pemberian kredit kepada nasabah bank, maka bank harus menerapkan prinsip kehati-hatian dengan cara melakukan analisis yang mendalam atas nasabah tersebut dan diterapkannya pedoman perkreditan yang sehat.
Dalam menjalankan tugas dan kewajiban sebagai Anggota Dewan Komisaris Bank, Anggota Direksi Bank dan Pegawai Bank berpegang pada pedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ketentuan intern bank Yaitu diantaranya tentang kewenangan pemberian kredit kepada calon nasabah Debitur bagi setiap jenjang jabatan, sehingga yang menetapkan besarnya pinjaman adalah sesuai dengan tingkatan jabatan dan nilai nominal yang diberikan kepada debitur,dalam setiap melakukan kegiatan operasional harus menggunakan prinsip kehati-hatian sesuai Pasal 29 ayat (1) UU Perbankan. Demikian pula halnya dalam rangka penyaluran dana masyarakat, maka ketentuan yang terkait dengan hal tersebut adalah UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No.10 Tahun 1998, antara lain pada Pasal 15 jo Pasal 8, yakni bahwa dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.
Pasal 11 UU Perbankan mengatur mengenai batas maksimum pemberian kredit. Selain itu pedoman lainnya yaitu dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) antara lain No.8/19/PBI/2006 tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan PPAP BPR dan PBI No.11/13/PBI/2009 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit BPR dan tentunya adalah pedoman intern bank terkait dengan perkreditan
Dalam penyaluran kredit ada Batas Maksimun Pemberian Kredit yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No.11/13/PBI/2009 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit. Pengaturan BMPK tersebut antara lain adalah :
a. Penyediaan dana kepada seluruh pihak terkait ditetapkan paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari modal BPR;
b. Penyediaan dana dalam bentuk kredit kepada 1 (satu) peminjam pihak tidak terkait ditetapkan paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari modal BPR.
Secara umum Prosedur proses Pemberian kredit oleh BPR adalah :
- Permohonan kredit :
1. Bank hanya memberikan kredit apabila permohonan diajukan secara tertulis.
2. Permohonan tersebut harus memuat informasi yang lengkap dan memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank.
3. Bank harus memastikan kebenaran data dan informasi yang disampaikan dalam permohonan
- Analisa kredit :
1. Bentuk, format dan kedalaman analisa kredit ditetapkan oleh bank disesuaikan dengan jumlah dan jenis kredit.
2. Analis kredit harus menggambarkan konsep hubungan total pemohon kredit terkait fasilitas kredit di bank lain.
3. Analis kredit harus dibuat secara lengkap, akurat dan obyektif.
4. Analisis sekurang-kurangnya mencakup penilaian atas watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha calon debitur serta penilaian terhadap sumber pelunasan kredit yang dititikberatkan pada hasil usaha yang dilakukan debitur
5. Rekomendasi persetujuan kredit : Rekomendasi persetujuan kredit harus disusun secara tertulis berdasarkan hasil analisis kredit yang telah dilakukan. Isi rekomendasi harus sejalan dengan kesimpulan analisis kredit
- Pemberian persetujuan kredit :
1. Setiap pemberian persetujuan kredit harus memperhatikan analisis dan rekomendasi persetujuan kredit.
2. Setiap keputusan pemberian persetujuan kredit yang berbeda dengan isi rekomendasi harus dijelaskan secara tertulis
- Perjanjian kredit : setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati wajib dituangkan dalam perjanjian kredit (akad kredit) secara tertulis. Bentuk dan format perjanjian kredit ditetapkan oleh masing-masing bank, namun sekurang-kurangnya memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Memenuhi keabsahan dan persyaratan hukum yang dapat melindungi kepentingan bank -
2. Memuat jumlah, jangka waktu, tatacara pembayaran kembali kredit serta persyaratan-persyaratan kredit lainnya sebagaimana ditetapkan dalam keputusan persetujuan kredit dimaksud.
- Persetujuan pencairan kredit
1. Bank hanya menyetujui pencairan apabila seluruh syarat-syarat yang ditetapkan dalam persetujuan dan pencairan kredit telah dipenuhi oleh pemohon kredit.
2. Sebelum pencairan kredit dilakukan bank harus memastikan bahwa seluruh aspek yuridis yang berkaitan dengan kredit telah diselesaikan dan telah memberikan perlindungan yang memadai bagi bank.
Secara umum pertimbangan pejabat bank memberikan besarnya pinjaman kepada calon debitur adalah dari hasil analisis terhadap kemampuan debitur untuk mengembalikan kreditnya
Dengan tidak memperhatikan hal tersebut dapat menimbulkan kredit macet dimana kredit macet dapat disebabkan dari faktor intern bank, faktor intern debitur dan faktor ekternal kondisi usaha oleh karena itu kesalahan bank harus dilihat dari penyebab kredit macet misalnya :
a. Kemacetan disebabkan karena faktor kondisi usaha debitur atau kondisi perekonomian yang memburuk, kondisi kemacetan tersebut tidak dapat dibebankan sebagai kelalaian bank,
b. Kredit macet yang diakibatkan faktor intern bank misalnya bank melakukan rekayasa ataupun diciptakan debitur/perusahaan fiktif sehingga kredit tersebut menjadi macet maka hal tersebut dapat dibebankan sebagai kelalaian pengurus atau pegawai bank,
Karena secara umum timbulnya kredit macet adalah :
a. Proses analisis pemberian kredit yang tidak memadai yaitu dimana Bank tidak mampu meyakini kemampuan debitur untuk dapat mengembalikan kredit,
b. Penyalahgunaan kredit dimana pemanfaatan kredit yang diberikan kepada debitur tidak sesuai dengan tujuan permohonan kredit.
c. Kondisi usaha debitur tidak mampu memenuhi kewajiban angsuran kepada Bank.
Sehingga dalam ranggka untuk menjaga kesehatan perbankan khususnya dalam penyaluran kredit maka bank menerapkan prinsip kehati-hatian adalah menghindari penyimpangan praktik perbankan yang tidak sehat dan untuk meminimalisasi kerugian yang terjadi pada bank sehingga selalu dalam kondisi mampu menghasilkan laba / keuntungan sehingga dapat menjaga kelangsungan hidupnya dan fungsi intermediasi tetap berjalan meliputi :
a. Kebijakan Perkreditan Yang Sehat
b. Pemenuhan kecukupan modal minimum.
c. Pemenuhan kebutuhan likuiditas.
Terkadang masih ada pegawai bank yang masih mengabaikan prinsip kehati-hatian dan tidak memerdulikan resiko pada dirinya karena ketidak hati-hatinnya pejabat bank / pegawai dapat dikenakan sanksi administratif sampai dengan sanksi pidana perbankan karena Pegawai bank / pejabat bank dianggap telah mengabaikan prinsip kehati-hatian sejak saat yang bersangkutan (pegawai/pejabat bank) melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku bagi bank maupun ketentuan intern bank itu sendiri.
Dan Yang dimaksud dengan aturan yang berlaku bagi bank adalah peraturan perundang-undangan yang berlaku dan terkait dengan perbankan yakni antara lain UU Perbankan, Peraturan Bank Indonesia, Surat Edaran Bank Indonesia, ketentuan intern (sistem dan prosedur) bank maupun ketentuan lain yang terkait dengan kegiatan usaha perbankan antara lain bidang Perpajakan, Penjaminan dan Tindak Pidana Pencucian Uang, UU Perseroan Terbatas
Sanksi hukum terhadap pejabat bank yang mengabaikan prinsip kehati-hatian dapat dikenakan sanksi administratif sesuai Pasal 52 ayat (2) No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 Selanjutnya sepanjang terdapat bukti yang cukup serta memenuhi unsur-unsur pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b, maka pelanggaran atas prinsip kehati-hatian dapat dikategorikan sebagai tindak pidana di bidang perbankan.
Rabu, 27 April 2011
Senin, 25 April 2011
Perjanjian Sewa Menyewa Rumah
Perjanjian Sewa Menyewa Rumah
Pada hari ini, Selasa, tanggal delapan belas bukan september tahun dua ribu tujuh, kami yang bertanda tangan di bawah ini
- BAGONG CUAH RAK PERNAH MAYENG, PENGUSAHA, bertempat tinggal di Perum NGATINA DIRAJA , dalam hal ini bertindak untuk dan atas namanya sendiri yang selanjutnya akan disebut sebagai Pihak Pertama
- PERTUK CUAH RAK PERNAH NANG NGOMAH, swasta, bertempat tinggal di Jl. Senayan City No 11, Kota Senayan, Propinsi DKI Jakarta, dalam hal ini bertindak untuk dan atas namanya sendiri yang selanjutnya akan disebut juga sebagai Pihak Kedua
Rabu, 06 April 2011
Sabtu, 02 April 2011
NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 30 TAHUN 1999
TENTANG
ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA
NOMOR 30 TAHUN 1999
TENTANG
ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku penyelesaian sengketa perdata di samping dapat diajukan ke peradilan umum juga terbuka kemungkinan penyelesaian sengketa tersebut diajukan melalui Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa;
b. bahwa peraturan perundang-undangan yang kini berlaku bagi penyelesaian sengketa melalui arbitrase sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dunia usaha dan hukum pada umumnya;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu membentuk Undang-undang tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok kekuasaan Kehakiman (Lembaran negara Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2951);
Senin, 21 Maret 2011
NOMOR 42 TAHUN 1999
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 42 TAHUN 1999
TENTANG
JAMINAN FIDUSIA
NOMOR 42 TAHUN 1999
TENTANG
JAMINAN FIDUSIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
- bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya dana, perlu diimbangi dengan dadanya ketentuan hukum yang jelas dan lengkap yang mengatur mengenai lembaga jaminan;
- bahwa jaminan Fidusia sebagai salah satu bentuk lembaga jaminan sampai saat ini masih didasarkan pada yurisprudensi dan belum diatur dalam peraturan perundang-undangan secara lengkap dan komprehensif;
- bahwa untuk memenuhi kebutuhan hukum yang dapat lebih memacu pembangunan nasional dan untuk menjamin kepastian hukum serta mampu memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan, maka perlu dibentuk ketentuan yang lengkap mengenai Jaminan fidusia dan jaminan tersebut perlu didaftarkan pada Kantor Pendaftaran fidusia;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c dipandang perlu membentuk Undang-undang tentang Jaminan fidusia.
Senin, 07 Maret 2011
CONTOH SURAT PENGAJUAN IJIN PEMBUKAAN REKENING BANK
(singkat padat dan mudah untuk dilaksanakan)
BAGAIMANA MEMPEROLEH DAN MENDAPATKAN IJIN GUBERNUR BANK INDONESIA UNTUK MEMEPEROLEH KETERANGAN MENGENAI
DATA ATAU SIMPANAN NASABAH PENYIMPAN
YANG STATUSNYA SEBAGAI TERSANGKA
Rabu, 02 Maret 2011
TP PENCUCIAN UANG
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 25 TAHUN 2003
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002
TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
NOMOR 25 TAHUN 2003
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002
TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Selasa, 01 Maret 2011
SURAT KUASA BUKA REKENING
(singkat padat dan mudah untuk dilaksanakan)
BAGAIMANA MEMPEROLEH KETERANGAN MENGENAI
DATA ATAU SIMPANAN NASABAH PENYIMPAN
YANG STATUSNYA SEBAGAI SAKSI
Bagaimana solusinya manakala menghadapi untuk memperoleh data-data nasabah yang statusnya sebagai saksi , mengingat :
Pasal 40 ayat 1 UU No.10/98 tentang perubahan UU no. 7/1992 disebutkan :
1. Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44 A.
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi Pihak Terafiliasi
Minggu, 27 Februari 2011
UU PERBANKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR NOMOR 10 TAHUN 1998
TENTANG PERUBAHAN ATAS
TENTANG PERUBAHAN ATAS
UU No. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 ;
b. bahwa dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang senantiasa bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan yang semakin maju, diperlukan penyesuaian kebijakan di bidang ekonomi, termasuk Perbankan ;
c. bahwa dalam memasuki era globalisasi dan dengan telah diratifikasi beberapa perjanjian internasional di bidang perdagangan barang dan jasa, diperlukan penyesuaian terhadap peraturan perundang-undangan di bidang perekonomian khususnya sektor Perbankan ;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, huruf b, dan huruf c di atas, dipandang perlu mengubah Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dengan Undang-undang ;
SAMPAIKAN SEJUJUR-JUJURNYA
Sabtu, 26 Februari 2011
Apa yang perlu diketahui dari rahasia Bank
Apa yang perlu diketahui dari rahasia Bank?
Kita perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan rahasia Bank, sehingga kalau kita menjadi nasabah Bank, kita akan mengetahui secara pasti apa-apa yang boleh dan tidak boleh diberikan pada pihak luar oleh Bank. Dalam dunia modern sekarang ini, hampir setiap orang yang telah cukup umur berhubungan dengan Bank, entah sekedar menyimpan uang, ataupun mengirim uang melalui transfer, meminjam uang dan sebagainya.
Dasar Hukum ketentuan rahasia bank di Indonesia, mula-mula adalah Undang-undang no.7 tahun 1992 tentang Perbankan, tetapi kemudian diubah dengan Undang-undang no.10/1998. Sesuai pasal 1 ayat 28 Undang-undang no.10/1998, berbunyi sebagai berikut:
Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanannya.
RAHASIA BANK
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH JAWA TENGAH
RAHASIA BANK
I. 1.PENDAHULUAN
Perkembangan kegiatan ekonomi melalui sektor perbankan semakin lama semakin menampakkan kecenderungan peningkatan aktifitas sejalan dengan perkembangan teknologi, jasa-saja perbankan dan globalisasi sektor perbankan, yang dewasa ini bank menjadi sarana utama untuk kegiatan-kegiatan yang berdampak tindak pidana Perbankan pada umumnya, tindak pidana Pencucian uang maupun tindak pidana Korupsi. Penyimpangan-penyimpangan di bidang perbankan yang dilakukan oleh kalangan perbankan itu sendiri akan memberi dampak yang besar serta berpengaruh, guna menciptakan sistem perbankan yang sehat.
Langganan:
Postingan (Atom)