Sabtu, 26 Februari 2011

RAHASIA BANK

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH JAWA TENGAH
RAHASIA  BANK
I.        1.PENDAHULUAN 
         Perkembangan  kegiatan  ekonomi  melalui sektor perbankan semakin lama semakin menampakkan kecenderungan peningkatan  aktifitas  sejalan dengan perkembangan teknologi, jasa-saja perbankan dan  globalisasi sektor perbankan, yang  dewasa ini bank menjadi sarana utama untuk kegiatan-kegiatan  yang berdampak  tindak pidana  Perbankan pada umumnya, tindak pidana Pencucian uang  maupun  tindak pidana Korupsi. Penyimpangan-penyimpangan di bidang perbankan  yang dilakukan  oleh kalangan perbankan itu sendiri  akan memberi dampak  yang besar serta berpengaruh, guna menciptakan sistem perbankan yang sehat.
            Seiring  dengan berkembang pesatnya sektor  perbankan  pegawai bank  dituntut untuk menjalankan  kegiatan  perbankan secara  profesional , mengingat  bank  adalah lembaga keuangan yang eksistensinya tergantung pada kepercayaan para nasabahnya, yang mempercayakan dana dan jasa-jasa lain, yang dilakukan nasabah melalui bank. Oleh karena itu bank sangat berkepentingan agar kadar kepercayaan masyarakat, yang telah maupun yang akan menyimpan dananya, maupun yang telah atau akan menggunakan jasa-jasa bank lainnya, terpelihara dengan baik. Salah satu faktor untuk memelihara kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank, adalah kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank.
Sehubungan dengan  hal tersebut kita perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan rahasia Bank, sehingga apabila  kita menjadi nasabah Bank, kita akan mengetahui secara pasti apa-apa yang boleh dan tidak boleh diberikan kepada pihak luar oleh Bank atau sebagai pegawai bank  harus mengetahui  apa yang boleh atau   tidak boleh diberikan kepada pihak luar .  Sehinga secara umum  sebagai pegawai Bank  untuk menghindari tuntutan perdata maupun pidana   perlu dan wajib  mengetahui  apa saja yang  termasuk dengan   Rahasia  Bank  sebagaimana telah  diatur  dalam UU  No. 7 tahun 1992 sebagaimana  telah  diubah dengan UU  No. 10 tahun 1998.
II.            2.PENGERTIAN  RAHASIA  BANK
       Didalam  UU  No. 7 tahun 1992 sebagaimana  telah  diubah dengan UU  No. 10 tahun 1998 Pasal 1 ayat 28 Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya." 

III.           3.LINGKUP RAHASIA BANK
Dikalangan  masyarakat maupun  dilingkungan penegak hukum, bahkan pegawai bank masih  ada yang  belum mengetahui lingkup rahasia bank , Apakah yang harus dirahasiakan atau  hanya terbatas kepada keuangan nasabah penyimpan dana saja? Apakah juga menyangkut keadaan keuangan nasabah debitur , atau  hanya menyangkut pasiva bank berupa dana nasabah bank, ataukah juga meliputi aktiva bank berupa kredit Bank kepada nasabah. Apakah juga menyangkut penggunaan jasa-jasa bank yang lain, selain jasa penyimpanan dana dan jasa pemberian kredit?
Dalam  pasal 40 ayat 1 Undang-undang No.10/1998 bahwa “  secara eksplisit disebutkan bahwa lingkup rahasia bank adalah bukan saja menyangkut simpanan nasabah, tetapi juga (identitas) nasabah penyimpan yang memiliki simpanan tersebut. Bahkan dalam rumusan pasal 40, “Nasabah Penyimpan” disebut lebih dahulu daripada “Simpanannya”.
Di dalam penjelasan pasal  40 ayat  1 “ Apabila nasabah bank adalah nasabah  penyimpan yang sekaligus juga sebagai nasabah debitur, bank wajib merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam kedudukannya sebagai nasabah penyimpan. Keterangan mengenai  nasabah selain nasabah penyimpan, bukan merupakan keterangan yang  wajib dirahasiakan bank.
IV.          4.SIAPAKAH YANG  BERKEWAJIBAN MEMEGANG TEGUH RAHASIA BANK
   Menurut pasal 47 ayat (2) Undang-undang no.10/1998, yang berkewajiban memegang teguh rahasia bank adalah:
·   Anggota Dewan Komisaris Bank
·   Anggota Direksi Bank
·   Pegawai Bank
Bagaimana dengan mantan pegawai  bank ?
Seorang pegawai bank, ada kemungkinan tak selamanya menjadi pegawai bank tersebut, bisa karena telah tiba masa pensiun, keluar dan menjadi pegawai di perusahaan lain, meninggal dan sebagainya. Pada krisis moneter, banyak pegawai bank yang terkena PHK karena bank nya terkena likuidasi.
Pertanyaan yang muncul, apakah mantan pegawai bank masih tetap terkena oleh kewajiban memegang teguh rahasia bank yang menjadi kewajibannya sewaktu yang bersangkutan masih menjadi pegawai aktif di bank yang bersangkutan? Ternyata Undang-undang No.7/1992 sebagaimana  diubah dengan  Undang-undang No.10/1998 tentan Perbankan  tidak mengaturnya.
V.           5.SIAPAKAH YANG  DIMAKSUD  DENGAN PEGAWAI BANK DAN PIHAK TERAFILIASI 
         Dalam penjelasan pasal 47 ayat (2) Undang-undang No.7/1992 sebagaimana  diubah dengan  Undang-undang No.10/1998 tentan Perbankan yang dimaksudkan “pegawai bank” adalah “semua pejabat dan karyawan bank”. Lingkup sasaran tindak pidana Perbankan mengenai  rahasia bank menurut pasal tersebut cukup  luas, karena berarti rahasia bank berlaku bagi siapa saja yang menjadi pegawai bank, sekalipun pegawai bank tersebut tidak mempunyai akses atau tak mempunyai hubungan sama sekali dengan nasabah penyimpan dan simpanannya, seperti: Pegawai harian lepas /  kontrak, satpam, pengemudi, pegawai lain di unit yang mengurusi kendaraan dan masih banyak lagi.

PENGERTIAN PIHAK  TERAFILIASI  LAINNYA
Sebagaimana ditentukan dalam pasal 1 ayat (22) Undang-undang No.7/1992 sebagaimana  diubah dengan  Undang-undang No.10/1998 tentan Perbankan, yang dimaksud pihak terafiliasi adalah:
1.        anggota dewan komisaris, pengawas, pengelola atau kuasanya, pejabat atau karyawan bank
2.        anggota pengurus, pengawas, pengelola, atau kuasanya, pejabat atau karyawan bank, khusus bagi bank yang berbentuk hukum koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
3.        pihak yang memberikan jasanya kepada bank, antara lain: akuntan publik, penilai, konsultan hukum, dan konsultan lainnya
4.        pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia, turut serta mempengaruhi pengelolaan bank, antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi, keluarga pengurus.


6.   KAPAN  PIHAK BANK DAPAT MEMBUKA / MEMBERIKAN  DATA  NASABAH
PENYIMPAN
        Meskipun  Undang-undang  telah menutup hampir semua  kemungkinan perolehan keterangan tentang  keuangan nasabah penyimpan pada bank, namun masih diberikan kemungkinan  adanya  pengecualian atas ketentuan  dimaksud,  yaitu  melalui ketentuan  yang sifatnya limitatif  berlandaskan kepentingan umum dan  negara terhadap undang-undang  perbankan Undang-undang No.7/1992 sebagaimana  diubah dengan  Undang-undang No.10/1998 tentan Perbankan terdapat pengecualian dalam 7 (tujuh) hal adalah:
1.        Pasal 41
Untuk kepentingan perpajakan dapat diberikan pengecualian kepada pejabat pajak berdasarkan perintah Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan
2.        Pasal 41 A
Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, dapat diberikan pengecualian kepada Pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/PUPN atas izin Pimpinan Bank Indonesia  
3.        Pasal  42
Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana dapat diberikan pengecualian kepada polisi, jaksa atau hakim atas izin Pimpinan Bank Indonesia.
4.        Pasal  43
Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya dapat diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh izin Pimpinan Bank Indonesia
5.        Pasal  44
Dalam rangka tukar menukar informasi di antara bank kepada bank lain dapat diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh izin dari Pimpinan Bank Indonesia
6.        Pasal  44A ayat 1
Atas persetujuan, permintaan atau kuasa dari nasabah penyimpan secara tertulis dapat diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh izin Pimpinan Bank Indonesia .
7.        Pasal  44A ayat 2
Atas permintaan ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan dana yang telah meninggal dunia
Sehubungan dengan pengecualian tersebut, apabila ada pihak-pihak lain (selain yang telah ditentukan sebagai pihak-pihak yang boleh memperoleh pengecualian) meminta penjelasan mengenai keadaan keuangan suatu nasabah dari suatu bank, jelas jawabannya adalah “tidak boleh”.
Apakah dalam Undang-undang lain ada yang mengatur tentang pembukaan  data  nasabah penyimpan  ?
         Dalam  undang-undang  lain  yaitu  Undang-Undang  No. 15 tahun  2002 sebagaimana telah diubah  dengan Undang- Undang  No. 25 tahun  2003 tentang  Pencucian  Uang  dimana  pegawai  bank  dapat  memberikan keterangan  mengenai nasabahnya  sebagaimana dimaksud dalam pasal Pasal 33 yaitu :
(1) Untuk kepentingan pemeriksaan dalam perkara tindak pidana pencucian uang maka penyidik, penuntut umum atau hakim berwenang untuk meminta keterangan dari Penyedia Jasa Keuangan mengenai Harta Kekayaan setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK, tersangka, atau terdakwa.
(2)  Dalam meminta keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap penyidik, penuntut umum, atau hakim tidak berlaku ketentuan undang-undang yang mengatur tentang rahasia bank dan kerahasiaan transaksi keuangan lainnya.
(3) Permintaan keterangan harus diajukan secara tertulis dengan menyebutkan secara jelas, mengenai:
a. nama dan jabatan penyidik, penuntut umum, atau hakim;
b.  identitas setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK,   tersangka, atau terdakwa;
c. tindak pidana yang disangkakan atau didakwakan; dan
d. tempat Harta Kekayaan berada.

(4) Surat permintaan untuk memperoleh keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus ditandatangani oleh:
a. Kepala Kepolisian Negara Repuulik Indonesia atau Kepala Kepolisian Daerah dalam hal permintaan diajukan oleh penyidik;
b. Jaksa Agung Republik Indonesia atau Kepala Kejaksaan Tinggi dalam hal permintaan diajukan oleh penuntut umum;
c.   Hakim Ketua Majelis yang memeriksa perkara yang bersangkutan."
VI.          7. SANKSI PIDANA
        Didalam Undang-undang No.7/1992 sebagaimana  telah diubah  dengan Undang-undang No.10/1998 dapat    dirinci  menjadi  4 (empat) kelompok tindak pidana di bidang perbankan sebagai berikut  :
1.        Tindak pidana berkaitan dengan  perizinan
2.        Tindak pidana berkaitan dengan  kegiatan  usaha
3.        Tindak pidana berkaitan dengan  rahasia  bank
4.        Tindak pidana berkaitan dengan  pengawasan bank oleh Bank Indonesia
  Berkaitan dengan  rahasia  bank ,  dalam   UU  Perbankan terdapat   Tindak pidana berkaitan dengan  rahasia  bank ,  dalam operasionalnya bank dikelola oleh pegawai / karyawan  sehingga  timbul pertayaaan Apakah pegawai bank  dapat dipidana karena membuka rahasia tentang nasabahnya,  Jawabnya  adalah  ”dapat ” .
Bahwa Pelangaran terhadap ketentuan  rahasia bank, diklasifikasikan sebagai  tindak pidana, sebagaimana  dimaksud  dalam pasal  47 ayat 2 Undang-undang No.7/1992 sebagaimana  diubah dengan  Undang-undang No.10/1998 tentan Perbankan yaitu :“Anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank atau Pihak Terafiliasi lainnya dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).”
       Kapan pegawai  bank  diduga telah melakukan tindak pidana berkaitan dengan rahasia  bank, sejak  pegawai bank   tidak melaksanakan   klasifikasi 7  pengecualian tersebut diatas.
        Dan bagaimana pegawai Bank  yang melaksanakan  Undang-Undang  No. 15 tahun  2002 sebagaimana telah diubah  dengan Undang- Undang  No. 25 tahun  2003 tentang Pencucian uang , secara jelas pada pasal  33 ayat  2 yaitu tidak berlaku ketentuan undang-undang yang mengatur tentang rahasia bank dan kerahasiaan transaksi keuangan lainnya.
Apakah pihak lain  diluar  pegawai bank dapat dikenakan  tindak pidana  Perbankan ? ,  sebagaimana   disebut dalam pasal  47  ayat  1 Undang-undang No.7/1992 sebagaimana  diubah dengan  Undang-undang No.10/1998 tentan Perbankan yaitu “ Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau Pihak Terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).” sehingga  siapakah pelaku yang dimaksud  dalam pasal ini adalah  setiap orang  yang melawan hukum   sebagaimana  teresbut  dalam Pasal 41, Pasal 41 A, dan Pasal 42.
VII.         8. KESIMPULAN
Demikian  makalah ini disampaikan sebagai  bahan masukan  dan  pertimbangan  dalam rangka  meningkatkan profesionalisme pegawai  bank  dalam menjalankan tugas untuk menghindari  tuntutan pidana berkaitan dengan rahasia  bank.

1 komentar: